SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI DINAS KETENAGAKERJAAN KOTA BALIKPAPAN | SELURUH PELAYANAN DINAS KETENAGAKERJAAN GRATIS

MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SECARA BIPARTIT

Dasar Hukum :

  • Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
  • Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
  • Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
  • Permenakertrans RI Nomor Per.31/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit.

 

Perselisihan hubungan industrial adalah :

perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Perundingan bipartit adalah :

perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan, yang dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan.

Perundingan Bipartit merupakan seni penyelesaian antara kedua belah pihak yang dapat dikembangkan sesuai kemampuan, kondisi dan perselisihan yang dihadapi.

Untuk mencegah terjadinya perselisihan hubungan industrial, para pihak melakukan hal-hal sebagai berikut :

A. Pihak pengusaha agar :

  1. memenuhi hak-hak pekerja/buruh tepat pada waktunya; dan
  2. membangun komunikasi yang baik dengan pihak pekerja/buruh.

B. Pihak pekerja/buruh agar :

  1. melakukan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab; dan
  2. membangun komunikasi yang baik dengan pihak pengusaha maupun dengan serikat pekerja/serikat buruh.

Setiap terjadi perselisihan hubungan industrial, wajib dilakukan perundingan penyelesaian perselisihan secara bipartit sebelum diselesaikan melalui mediasi atau konsiliasi maupun arbitrase.

Dalam melakukan perundingan bipartit, para pihak wajib :

ü  Memiliki itikad baik;

ü  Menghindari / tidak boleh ada intervensi dari pihak lain;

ü  Bersikap santun dan tidak anarkis; dan

ü  Menaati tata tertib perundingan yang disepakati.

Dalam hal salah satu pihak telah meminta dilakukan perundingan secara tertulis 2 (dua) kali berturut-turut dan pihak lainnya menolak atau tidak menanggapi melakukan perundingan, maka perselisihan dapat dicatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti-bukti permintaan perundingan.

Lampiran bukti-bukti permintaan perundingan bipartit yang dimaksud di atas dapat berupa :

  1. Salinan/Copy surat permohonan/permintaan perundingan secara bipartit yang telah diberikan/dikirimkan pada pihak lainnya yang telah ditanda tangani, diberikan nama jelas serta tanggal penerimaan dari Si Penerima Surat (jika yang menerima perusahaan, dapat dimintakan stempel basah dari perusahaan) sebagai bukti tanda terima pengiriman surat tersebut.
  2. Salinan/Copy surat permohonan/permintaan perundingan secara bipartit yang telah diberikan/dikirimkan pada pihak lainnya dengan melampirkan tanda terima surat dari pihak lain yang menerima surat tersebut atau tanda bukti pengiriman surat jika surat tersebut dikirim menggunakan jasa pengiriman.

Perundingan bipartit dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

A. Tahap sebelum perundingan

>> dilakukan persiapan sbb :

  1. pihak yang merasa dirugikan berinisiatif mengkomunikasikan masalahnya secara tertulis kepada pihak lainnya;
  2. apabila pihak yang merasa dirugikan adalah pekerja/buruh perseorangan yang bukan menjadi anggota SP/SB, dapat memberikan kuasa kepada pengurus SP/SB di perusahaan tersebut untuk mendampingi pekerja/buruh dalam perundingan;
  3. pihak pengusaha atau manajemen perusahaan dan/atau yang diberi mandat harus menangani penyelesaian perselisihan secara langsung;
  4. dalam perundingan bipartit, SP/SB atau pengusaha dapat meminta pendampingan kepada perangkat organisasinya masing-masing;
  5. dalam hal pihak pekerja/buruh yang merasa dirugikan bukan anggota serikat pekerja/serikat buruh dan jumlahnya lebih dari 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh, maka harus menunjuk wakilnya secara tertulis yang disepakati paling banyak 5 (lima) orang dari pekerja/buruh yang merasa dirugikan;
  6. dalam hal perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan, maka masing-masing SP/SB menunjuk wakilnya paling banyak 10 (sepuluh) orang untuk berunding.

 

B. Tahap perundingan

1) kedua belah pihak menginventarisasi dan mengidentifikasi permasalahan;
2) kedua belah pihak dapat menyusun dan menyetujui tata tertib secara tertulis dan jadwal perundingan yang disepakati;
3) dalam tata tertib para pihak dapat menyepakati bahwa selama perundingan dilakukan, kedua belah pihak tetap melakukan kewajibannya sebagaimana mestinya;
4) para pihak melakukan perundingan sesuai tata tertib dan jadwal yang disepakati;
5) dalam hal salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan perundingan, maka para pihak atau salah satu pihak dapat mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja walaupun belum mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja;
6) setelah mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja, perundingan bipartit tetap dapat dilanjutkan sepanjang disepakati oleh para pihak;
7) setiap tahapan perundingan harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak, dan apabila salah satu pihak tidak bersedia menandatangani, maka hal ketidaksediaan itu dicatat dalam risalah dimaksud;
8) hasil akhir setiap perundingan dibuat dalam bentuk risalah yang sekurang-kurangnya memuat :

  1. Nama lengkap dan alamat para pihak;
  2. Tanggal dan tempat perundingan;
  3. Pokok masalah atau objek yang diperselisihkan;
  4. Pendapat para pihak;
  5. Kesimpulan atau hasil perundingan;
  6. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.

9) rancangan risalah akhir dibuat oleh pengusaha,  ditandatangani oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak bilamana pihak lainnya tidak bersedia menandatanganinya, dan minimal dibuat rangkap 2 (dua) untuk diberikan pada para pihak.

 

C. Tahap setelah selesai perundingan

1) dalam hal para pihak mencapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para perunding dan didaftarkan pada pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama;

2) apabila perundingan mengalami kegagalan maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

 

INSTANSI YANG BERTANGGUNG JAWAB DI BIDANG KETENAGAKERJAAN KABUPATEN/KOTA YANG BERWENANG :

                Instansi yang bertanggung jawab di Bidang Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota yang berwenang untuk menerima pencatatan perselisihan hubungan industrial dan melakukan  mediasi adalah instansi yang bertanggung jawab di Bidang Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota tempat pekerja/buruh bekerja. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.31/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit Pasal 4 ayat (1) huruf c angka (2)

“Apabila perundingan mengalami kegagalan maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.”

PROSES PHK (BIPARTIT)

  • Panggil yang bersangkutan dan Ketua SP/SB;
  • Jelaskan pokok permasalahan sehingga terjadi PHK;
  • Bicarakan masalah hak dan kewajiban sesuai aturan/ negoisasi;
  • Setiap perundingan dibuat risalah;
  • Bila selesai dibuat Perjanjian  Bersama dan didaftar di PHI;
  • Perundingan paling lama 30 hari;
  • Bila tidak selesai dicatatkan.

 LAMPIRAN – LAMPIRAN :

1)     Permintaan Perundingan Secara Bipartit. Download

2)     Risalah Perundingan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Secara Bipartit.

         Download



web


"

"